" SEPASANG MATA UNTUK SAHABAT "
Kalo baca yang serius ya....
di ambil dari kisah nyata seorang gadis berumur 9 tahun ......
“Persahabatan bukan hanya sekedar kata, yang
ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi persahabatan merupakan sebuah
ikatan suci, yang ditoreh diatas dua hati, ditulis dengan tinta kasih sayang
dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan mungkin nyawa”
“Key…sini dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu”, panggil Nayra
suatu sore. “Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tahu aku gak
bisa melihat”, jawab seorang gadis yang dipanggil Key dari balik pintu.
Keynaya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir
dengan keterbatasan fisik, dia tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani
bahtera hidup tak pernah padam. Lahir dengan kondisi buta, tidak membuatnya
berkecil hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat warna-warni dunia, tapi
mata hatinya bisa melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang. Mempunyai hoby
melukis sejak kecil, dengan keterbatasannya, Key selalu mengasah bakatnya. Tak
pernah sedikitpun dia menyerah.
Duduk di bangku kelas XII di sebuah sekolah Luar Biasa di
kotanya, Keynaya tidak pernah absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya
termotivasi dengan sifat pantang menyerah Key. Sejak baru berusia 3 tahun,
Keynaya sudah bersahabat dengan anak tetangganya yang bernama Nayra Amrita,
Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka. Nayra cantik, pinter
dan secara fisik Nayra kelihatan sempurna.
Seperti sore ini, Nayra sudah nangkring di rumah Key. Dia
berbincang-bincang dengan Key, sambil menemani sahabatnya itu melukis. “Key,
lukisan kamu bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua
orang tahu bakat kamu”, kata Nayra membuka pembicaraan. “Hah”, Key mendesah
pelan lalu mulai bicara, “Seandainya aku bisa Nay, pasti sudah aku lakukan,
tapi apa daya, aku ini tidak sempurna, seandainya aku mendapat donor kornea,
dan aku bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan mengadakan pameran
lukisan-lukisanku ini” ucap Keynaya dengan kepedihan.
“Suatu hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu,
sahabat, pasti akan ada yang mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik
kamu,” timpal Nayra akhirnya. Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi
halangan di dalam jalinan persahabatan antara Nayra dan Keynaya, kemana pun
Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, kecuali sekolah tentunya, karena sekolah
mereka berdua kan berbeda. Sedang asik-asiknya dua sahabat ini bersenda gurau,
tiba-tiba saja Nayra mengeluh, “aduuh, kepala ku”
“Kamu kenapa Nay, sakit??” tanya Keynaya. “Oh, tidak aku tidak
apa-apa Key, Cuma sedikit pusing saja”, ucap Nayra sambil tersenyum. “Minum
obat ya Nay, aku tidak mau kamu kenapa-napa, nada bicara Key terdengar begitu
khawatir. “aku ijin pulang dulu ya Key, mau minum obat” ujar Nayra sambil
berpamitan pulang.
Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat
mendominasi di setiap sudut ruangan, Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya,
“Ya Tuhan, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu
akan menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Nayra. Di vonis menderita
leukimia sejak 7 bulan lalu dan tidak akan berumur lama lagi sungguh
menyakitkan bagi Nayra, usianya yang baru 18 tahun, dengan segudang cita-cita
yang dia inginkan, sudah pasti tak satupun akan terwujud.
Pintu kamar Nayra tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh
baya masuk lalu duduk disampingnya. “Gimana rasanya sayang? Masih tidak enak??
Kita kedokter sekarang yuk!!!” ujar wanita itu dengan lembutnya. “tidak usah,
ma, aku sudah enakan kok, aku cuma mau beristirahat saja”, jawab Nayra dengan
sopan. “ya sudah kalau begitu, mama tinggal dulu ya, istirahat ya, Nak,” ujar
sang mama sambil mencium kening putri semata wayangnya. “Makasih ma, aku selalu
sayang mama,” lirih Nayra berujar. Terus terang Nayra sudah tidak kuat menahan
rasa sakitnya, tapi dia berusaha menyembunyikan itu dari orang tuanya.
Di ruang keluarga, ibu Rita, duduk sambil menemani sang suami
sepulangnya dari kantor, “Ma, Nayra kemana?? Kok papa tidak melihatnya dari
tadi?” tanya sang suami. “Nayra lagi istirahat pa, dia pusing dan mengeluh
sakit dari tadi”, jawab Rita. “Sakit apa sebenarnya anak kita ma?? Kalau kita
ajak ke dokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang dia sembunyikan dari
kita, aku takut penyakitnya parah,” dengan nada khawatir pak Artawan bicara
dengan istrinya. “entahlah pa, mama juga bingung” ujar istrinya lagi.
Ternyata sakit yang dirasakan Nayra sore itu adalah pertanda dia
akan segera di panggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada
mamanya, kesehatan Nayra benar-benar drop, dengan panik kedua orang tua Nayra
melarikan putrinya ke rumah sakit, setelah mendapat penanganan oleh tim dokter,
Nayra sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya
terlihat begitu redup. “Pak Artawan, bisa kita bicara sebentar di ruangan
saya”, kata dokter Gunawan, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga
Artawan. “Baiklah dok, “ sambut pa Artawan. Setelah pak Artawan dan ibu Rita
duduk di ruangan dokter Gunawan, mereka akhirnya mulai bicara, “Maafkan saya
sebelumnya pak, sebenarnya saya sudah tahu penyakit yang diderita putri bapak
sejak 7 bulan lalu, tapi karena putri bapak menyuruh saya merahasiakan
penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Putri bapak
terkena leukimia,” ujar dokter Gunawan lirih. Cukup lirih memang kata-kata
dokter Gunawan, tapi mampu membuat jantung pak Artawan dan istrinya berdetak
lebih cepat dari biasanya, “Apa?? Leukemia? Separah apa dok??” keras nada suara
pak Artawan. “sudah parah pak, umur Nayra tidak akan lama” sambung dokter
kembali.
Setelah berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah
berhenti mengalir di pipi Rita. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita
penyakit itu. “udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Nayra akan diusahakan,
kita akan menguasahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan
memberikan jalan terbaik buat keluarga kita”, hibur pak Artawan. “mari kita
tengok Nayra!!” ajaknya lagi.
Memasuki ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air
matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama,
kenapa? Kok sedih begitu?” ujar Nayra lirih. “tidak apa-apa sayang”, berbisik
ibu Rita tak kuasa menahan air matanya. “Maafkan Nayra, Ma, Pa, Nayra tak
bermaksud membuat Mama dan Papa terluka seperti ini, Nayra hanya tak ingin
menyusahkan kalian” Nayra berkata dengan terbata-bata. Belum ada beberapa menit
pak Artawan dan ibu Rita di kamar putrinya, tiba-tiba Nayra kejang-kejang.
Dengan panik pak Artawan memanggil dokter Gunawan. Dokter Gunawan menangani
Nayra lumayan lama, hingga akhirnya dokter Gunawan keluar, muka beliau
kelihatan sangat sedih. “Bagaimana anak saya, dok?” tanya pak Artawan. “Maaf
pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain,
Nayra sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter. “Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”,
teriak ibu Rita isteris, “Nayra tidak mungkin meninggal, Nayra masih hidup,”
seluruh pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka. “Pak, sebelum meninggal,
Nayra menitipkan ini ke saya, ini buat bapak dan ibu” imbuh dokter Gunawan
sebelum mohon diri.
Sepeninggal Dokter Gunawan, pak Artawan dan istrinya membuka
amplop kecil dari Nayra, isinya ternyata surat.
“Mama, papa, maafin
Nayra sudah membuat mama dan papa jadi sedih, Nayra mohon sama mama dan papa,
setelah Nayra meninggal, tolong berikan kornea mata Nay untuk Keynaya, tapi
jangan bilang itu dari Nayra sebelum Keynaya benar-benar operasi dan bisa
melihat lagi, dan satu lagi, mama tolong kasih Keynaya surat yang Nayra simpan
di laci meja belajar Nayra yang amplopnya berwarna pink setelah Keynaya melihat
nanti, dan surat buat mama dan papa ada di dalam amplop biru di laci yang sama.
Sekian dulu Mama, papa, maaf kalau Nayra selalu ngerepotin kalian, Nayra sayang
kalian, big kis & hug..muacch”
Nayra Amrita
Selain sepucuk surat itu, ada lagi sebuah surat pernyataan
pendonoran kornea mata yang telah lengkap dengan tanda tangan Nayra. Hati orang
tua Nayra tersayat, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain memenuhi
permintaan terakhir sang anak.
Sementara itu, di rumah Keynaya, tampak gadis cantik itu tengah
duduk seorang diri di teras rumahnya. Wajahnya tampak sedikit murung, “kemana
si Nayra, sudah lebih dari 5 hari dia tidak main ke sini, apa dia baik-baik
saja?” gumamnya. “Ma, Nayra pernah kesini gak dalam beberapa hari ini?” tanya
Keynaya ke pada mamanya. “Tidak ada, Key, memang kenapa?” tanya sang mama. “Gak
apa-apa ma, aku ke rumah Nayra sebentar ya!!” Key meminta ijin ke mamanya. Tapi
diluar dugaan, mama Keynaya melarangnya pergi. “Jangan Key, kita harus ke rumah
sakit sekarang juga, tadi mama ditelepon sama pihak rumah sakit, katanya ada
yang menyumbangkan korneanya khusus untuk kamu,” dengan tutur kata yang lembut
mamanya menjelaskan. “Yang bener, Ma? Key sudah dapat donor kornea?? Asik-asik,
Key akan segera bisa melihat wajah Nayra, Key bisa segera menggelar pameran
lukisan,” ucap Key berapi-api. “Iya nak” jawab mamanya penuh kepedihan.
“seandainya kamu tahu sayang, Nayra tak mungkin ada disamping kamu lagi, Nayra
sudah tenang dialam sana, dan seandainya kamu tahu siapa orang yang mendonorkan
korneanya untuk kamu” kata hati ibu Rasti.
Waktu berjalan begitu cepat, operasi cangkok kornea sudah
dilaksanakan dan sekarang adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Keynaya,
perban di matanya akan di buka, tim dokter beserta kedua orang tua Key sudah
ada di ruangan Key. Sebelum perbannya di buka, Keynaya berujar, “Ma, Pa, Nayra
sudah datang?? Ku ingin sekali ada Nayra di sini pas aku bisa melihat” “belum
sayang, Nayra masih diluar kota” pedih rasanya hati ibu Rasti saat berujar.
Perban akhirnya di buka, samar-samar penglihatan Keynaya mulai
melihat warna, melihat sosok kedua orang tuanya, dia tersenyum, semakin lama
semakin jelas, “Mama, papa aku bisa melihat kalian,” gembira sekali suara
Keynaya.
Sudah 1 minggu semenjak Keynaya bisa melihat, hari ini dia
memaksa ibunya agar diperbolehkan melihat Nayra, mengujungi Nayra, “Kata mama
Nayra sudah ada di rumah, berarti Key boleh main donk Ma, Key pingin ngajak
Nayra jalan-jalan buat merayakan kesembuhan Key,” “Iya, nak, mama sama papa
temenin kamu ya!!”
Berbeda beberapa rumah antara Nayra dan Keynaya merupakan hal
yang membahagiakan, tidak perlu capek-capek bermacet-macet ria di jalanan untuk
mengunjunginya. Sesampai di rumah Nayra mereka disambut ramah oleh keluarga
Nayra yang kebetulan lagi ada di rumah.
“Selamat sore tante Rita’” sapa Keynaya dengan senyum sumringah.
Setelah di persilahkan duduk dan menikmati hidangan ala kadarnya, Keynaya
menanyakan keberadaan sahabat karibnya, “mana Nayranya tante?? Kok tidak
kelihatan ada di rumah?” “Nayranya…Nayra..Nayra” dengan terbata-bata ibu Rita
menjawab. “Nayra kenapa tante, kemana?? Nayra tidak apa-apa kan?” bertubi-tubi
Keynaya bertanya. Ibu Rita tak kuasa menjawab, beliau meninggalkan tamunya di
ruang tamu dan berlari naik ke kamar Nayra, mengambil sepucuk surat yang
dititipkan Nayra untuk Keynaya.
Ibu Rita kembali ke ruang tamu dengan sepucuk surat di tangan,
“ini dari Nayra untuk kamu” ujarnya berlinang air mata kepada Keynaya.
Dengan tangan gemetar Keynaya membuka amplop berwarna pink yang
cantik itu, ada pita pink juga di sudut amplonya.
Dear Keynaya
“Keynaya sayang,
sahabatku yang paling baik, apa kabar hari ini?? Baik-baik sajakah??
Sehat-sehat?? Semoga sehat ya!! Key, saat kau membaca surat dari aku ini,
mungkin aku sudah tak ada lagi di dunia ini, tak ada di samping kamu, tak bisa
menemani kamu bermain, bercanda dan tertawa, maafkan aku ya Key.
Key sayang, sebenarnya
aku ingin sekali cerita ke kamu tentang penyakitku, tapi aku takut membuat kamu
kepikiran terus, takut buat kamu gelisah. Sebenarnya aku terkena penyakit
leukemia, Key dan umurku tidak akan lama lagi.
Key sayang, meskipun
aku telah pergi dari sisi kamu, tapi rasa sayang aku ke kamu tak akan pernah
berubah, kamu sahabat terbaik di hidupku, kamu tempatku berkeluh kesah,
tempatku menumpahkan suka dan duka. Key, ku tahu saat kau membaca ini, kau
sudah bisa melihat indahnya dunia, sengaja ku berikan mataku untuk kamu Key,
hanya itu yang bisa aku berikan, jaga mata itu seperti kau menjaga persahabatan
kita.
Segitu dulu Key,
maafkan aku karena harus pergi meninggalkanmu, terima kasih karena sudah
memberikan aku arti selama hidup di dunia. Sampai ketemu suatu saat nanti Key,
aku sayang kamu sahabatku.
Kiss and big hug my
lovely friend, my best friend in my life….muaaachh…
Dariku yang selalu
menyayangimu
Nayra Amrita
Air mata mengalir deras di pipi Keynaya, “ini
tidak mungkin” katanya lirih. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak
percaya, sahabatnya sudah kembali ke pangkuan Tuhan, Keynaya menatap selembar
foto yang juga ada di dalam amplop surat tadi, foto Nayra tersenyum manis ke
arahnya, mata Nayra yang teduh, sekarang ada padanya. Keynaya meminta agar
kedua orang tua Nayra mengantarnya ke kuburan.
Lumayan jauh dari rumah Nayra, kaki Keynaya lemah, tapi dia
berusaha mengikuti langkah kaki orang tuanya dan orang tua Nayra ke sebuah
makan yang begitu tertata rapi, taburan bunga masih segar, tanah pekuburannya
juga masih basah.
Sebuah Nisan yang begitu cantik dihadapan Keynaya, membuatnya
semakin terluka, jelas tersurat di batu nisan berwarna putih itu nama sahabat
karibnya
“Nayra Amrita Artawan”
Lahir 8 Januari 1994
Wafat 14 April 2011
Berjongkok Keynaya membelai nisan itu, gerimis turun membasahi
nisan, semakin lama semakin deras, sederas airmata yang jatuh di pipi Keynaya,
“kenapa secepat ini kau tinggalkan aku, Nay?? Tega kamu?? Meninggalkan aku
seorang diri disini.” Nayra, terima kasih sayang, kau telah memberikan aku
sepasang mata untuk melihat dunia ini, terima kasih karena telah mengajariku
tentang ketulusan sebuah persahabatan, terima kasih atas senyum termanis yang
pernah kau hadirkan di hidupku” ucap Keynaya sambil terisak lirih di atas
nisan.
Tangan lembut ibu Rasti terulur ke arah putrinya, “Bangun Key,
sudah, ikhlaskan saja Nayra, dia sudah tenang di sana, dia sudah berada di
pangkuan Tuhan, yang harus kamu tahu, Nayra tak pernah ingin kamu cengeng, kamu
harus tetap semangat menjalani hidup kamu,” bimbing ibu Rasti. “iya ma, terima
kasih, aku hanya sedih saja, tapi aku janji tidak akan cengeng lagi setelah
hari ini”, kata keynaya.
Dua bulan berlalu semenjak Keynaya tahu bahwa Nayra telah pergi
untuk selamanya, hari ini dia menggelar pameran lukisan karya-karyanya selama
ini, ditengah keterbatasan dirinya dulu, dia mampu membuat karya yang luar
biasa. Dan satu lagi karya yang baru saja di hasilkannya, dia melukis wajah
Nayra, terlihat lukisan gadis cantik itu terpajang di sebuah ruang yang sangat
asri. Banyak yang menawar lukisan itu dengan harga milyaran, tapi Keynaya tidak
pernah melepasnya. “Saya tidak akan pernah menjual lukisan ini, meskipun
ditawar triliunan, karena dia sahabat saya, yang tak pernah bisa dinilai dengan
uang,” begitu selalu ujarnya ketika orang menawar 1 karyanya itu.
Pameran Keynaya sukses, banyak yang tertarik, Keynaya terkenal
sebagai seorang pelukis muda berbakat sekarang, hatinya bangga, hari ini dia
berziarah ke makam Nayra
“Nayra, terima kasih sayang usahaku lancar, hobby ku tersalurkan,
dukungan kamu, kasih kamu dan pemberian kamulah yang membuatku seperti ini,
terima kasih sahabat, kau dihatiku selamanya, meski dunia kita kini berbeda”
sambil tersenyum Keynaya berujar lembut
“Ketulusan sebuah persahabatan tak akan pernah
bisa tergantikan dan tidak dapat dipisahkan oleh apapun, meskipun itu kematian,
rasa sayang kepada sahabat akan tetap ada di hati, dunia yang berbeda bukanlah
akhir sebuah ikatan suci persahabatan”
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar